Tertawa
Mereka menjadi Motivasi ku…
Sebelumnya
aku telah menulis kisah selama aku sekolah di TK Al-Ikhlas. Kali ini aku ingin
menulis lagi tentang kisah ku selama aku bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri (MIN) di Gampong Lamlhom. Pasti akan banyak pengalaman-pengalaman seru
yang aku alami, mulai dari cerita sedih sampai dengan cerita bahagia.
Seperti
anak-anak pada umumnya, hari pertama masuk sekolah aku diantar oleh ibu. Di
halaman sekolah, banyak anak-anak yang sedang bermain menggunakan seragam
sekolah. Ketika aku dan ibu berjalan menuju ke ruang kelas, dari luar terdengar
suara di dalam kelas sangat ribut. Aku merasa sangat senang, sama seperti waktu
pertama kali aku bisa berjalan dulu. Aku berpikir pasti akan banyak teman yang
mau bermain dengan ku. Tapi, pada kenyataannya sama saja. Saat melihat ku
berjalan sambil berpegangan pada ibu, suasana ribut yang tadi aku dengar dari
luar ruang kelas, langsung hilang seketika. Kelas menjadi sunyi seperti tidak
ada orang di dalamnya. Mereka memperhatikan setiap langkah-langkah ku sampai
aku duduk di bangku.
Melihat
situasi ini, ibu guru yang berada di dalam kelas langsung meminta murid-murid
untuk duduk yang rapi. Lalu, satu per satu murid di absen dan diminta untuk
maju ke depan satu-satu untuk memperkenalkan diri. Akhirnya tibalah giliran ku
untuk maju. Berat rasanya badan ku untuk berdiri karena malu. Teman-teman sekelasku, pasti akan melihat dan menertawakan jalan ku. Tapi, ibu guru
membujukku sampai aku mau berdiri dan berjalan ke depan kelas sambil
dipeganginya tanganku.
Di depan
kelas, aku berdiri. Kaki ku kaku dan gemetar. Bukan karena aku takut, tapi
karena kaki ku belum kuat untuk berdiri lama-lama saat itu. Kemudian aku mulai
memperkenalkan diri. Suaraku ikut gemetar seperti orang gugup. Mendengar suara yang gemetar, teman-teman ku
semuanya tertawa dan menirukan suaraku.
Hari
kedua masuk sekolah, kami mulai belajar menulis. Disini aku mengalami kendala
baru lagi, aku tidak bisa menulis karena tangan kanan ku sangat kaku dan
jari-jari ku tidak bisa memegang pensil. Namun, ibu guru terus mengajariku,
mulai dari cara memegang pensil sampai menuntun tanganku hingga aku bisa
menggerakkan tanganku untuk menulis huruf per huruf. Aku terus berusaha sampai
tangan dan jari-jariku lelah. Berkat usaha dan kerja keras serta motivasi dari
guruku, akhirnya aku bisa menulis pelan-pelan, walaupun menggunakan tangan
kiri.
Ada rasa
bahagia dihati karena aku sudah bisa menulis. Belum habis rasa bahagia yang aku
alami, aku menghadapi permasalahan baru lagi. Aku tidak bisa melihat tulisan
dipapan tulis saat guru menulis di depan kelas. padahal aku duduk di bangku
paling depan. Aku mulai panik dan kebingungan karena aku tidak tahu harus
menulis apa. Dimataku yang terlihat hanyalah papan tulis yang berwana hitam
saja, tidak ada tulisannya. Sedangkan teman-temanku semuanya menulis apa yang
ditulis guru di papan tulis.
Melihat
aku tidak menulis sama sekali, lalu ibu guru bertanya padaku,”Kenapa kamu tidak
menulis?” Lalu aku jawab,”Tulisannya tidak nampak, bu.” Mendengar jawabanku dengan
serentak teman-teman menertawakan ku sambil berkata, “orang buta.” Aku tidak
peduli dengan kata-kata mereka. Aku hanya peduli dengan guru yang sedang
memperhatikan kesulitan. Akhirnya guru mengajakku maju ke depan kelas mendekati
papan tulis agar aku bisa melihat lebih dekat. Aku bilang ke ibu guru,”Ini baru
nampak, bu.”
Setelah
mengetahui permasalahanku, Ibu guru mengambil kursi dan meja, lalu menaruhnya
di depan kelas. Jaraknya kira-kira satu meter dari papan tulis dan meminta ku
untuk duduk disana. Tapi, situasi ini justru membuat teman-temanku marah karena
tubuhku menghalangi mereka melihat tulisan di papan tulis.
Ternyata,
keadaan itu tidak membuatku nyaman. Akhirnya aku kembali duduk di bangku ku
semula. Tapi, aku tidak pernah menyerah dengan keadaan. Aku tetap berusah menulis
walaupun harus bolak-balik dari bangku ke papan tulis hanya untuk melihat huruf
per huruf dan memindahkan ke buku tulisku satu-satu.
Karena
keterbatasanku, aku selalu ketinggalan saat menulis. Untuk menutupi ketinggalanku,
aku selalu meminjam buku teman agar aku bisa mencontoh dan manulisnya di rumah.
Terkadang aku menulis sampai larut malam.Tapi, tidak semua teman mau
meminjamkan bukunya pada ku. Hanya beberapa orang saja yang bersedia
meminjamkannya.
Di sekolah
banyak sekali pengalaman yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Setiap hari
aku melihat teman-teman bermin saat jam istirahat. Ada yang main kejar-kejaran,
main benteng, main sepak bola, dan lain sebagainya. Tapi, tidak ada satupun
dari mereka yang mau mengajakku untuk bermain bersama mereka. Aku sendirian dan
selalu sendirian. Saat aku mendekati mereka, aku selalu disuruh pergi. Terkadang
mereka mendorongku hingga aku terjatuh. Yang lebih parah lagi, mereka pernah
mengurungku di dalam kamar mandi sekolah, mengikatku di bangku kelas, menarik bangku
saat aku mau duduk hingga aku terjatuh. Mereka selalu megangguku, ngebulli, menyembunyi
apa saja yang aku punya seperti tas, pensil, buku dan lain-lain. Aku selalu
diperlakukan seperti itu sampai aku kelas dua. Setiap hari mereka membuatku
menangis karena ketidaksukaannya mereka pada ku. Aku selalu diancam agar tidak
melapor kepada guru atas apa yang telah mereka perbuat padaku.
Karena
rasa takut, aku mngikuti saja apa yang mereka katakan. Aku hanya bisa berdo’a
agar mereka mau berteman dan bersikap baik padaku.
Seiring
berjalan waktu akupun naik ke kelas tiga. Aku mulai merasa ada sedikit
kebahagian karena teman-teman sudah mulai peduli padaku. Mereka mulai
mengajakku bermain. Keadaan ini terus bertahan sampai aku naik ke kelas empat.
Di kelas
empat inilah, aku benar-benar merasakan bahagia jadi murid sekolah. Dimana kebahagian
ini yang seharusnya aku dapatkan sejak kelas satu. Tapi aku justru merasakannya
setelah aku kelas empat.
Teman-teman
sekelasku selalu mengajakku bermain dan belajar bersama. Aku mulai dilibatkan
dalam kegiatan olahraga, seperti sepak bola, bola kasti, dan lain sebagainya.
Saat jam olah raga, guru oleh raga mengajak kami bermain sepak bola. Aku selalu
menjadi penjaga gawang karena tidak kuat lari. Awalnya aku tidak berani. Lalu aku
diajarkan bagaimana cara menahan dan menangkap bola oleh guruku. Berkat dukungan
dari teman-teman, akhirnya aku bisa walaupun permainanya tidak sehebat teman-temanku
yang lainnya. Mulai dari situlah aku semakin bersemangat untuk sekolah. Aku
memang tidak pernah jadi juara kelas, namun dengan semangat berlajar aku pernah menduduki
peringkat ke-20 dari 36 murid di kelasku.
Selama
enam tahun bersekolah di MIN Lamlhom. Banyak pengalaman suka dan duka yang aku
rasakan selama bersekolah disana. Semoga pengalamanku ini bisa menjadi motivasi
untuk penyandang disabilitas lainnya. Bagaimanapun kondisi kita, kita harus selalu
semangat dalam berlajar. Karena dengan berusaha dan kerja keras untuk kemajuan
kita, kita pasti bisa. Setelah lulus dari MIN, aku melajutkan sekolah ku ke Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTsS) Lampoh Beut Kabupaten Aceh Besar.
0 Response to "Tertawa Mereka menjadi Motivasi ku…"
Posting Komentar